Selasa, 08 November 2016

Giving Birth Process Part 2 : Pengamatan Berkala

Selama perjalanan kumerasakan kontraksi. Belum seberapa sakit seh. Tapi ndredhegnya itu lho berkecamuk...

Sampe di RS Lombok 22 tampak sepi. Yg ada cuma beberapa orang yang merupakan petugas penjaga keamanan alias satpam yang sedang begadang. Jelasnya mereka gak begadang yey, karena emang kerjaannya gitu. Xixixi...

Turun dari mobil kelihatan kalau mereka sudah berpengalaman sekali menangani ibu yang akan melahirkan. Tanpa diperintah mereka sudah siapkan kursi roda untuk menjemputku dan menuju ruang bersalin. Jelaslah, malam-malam ada sepasang insan bertamu ke RS bersalin ngapain lagi cobak.

Pas turun dari mobil, ketubanku bocor lagi. Byorrrrr... "Haduh pak aku bocor lagi..." Kataku. "Ndak papa bu, monggo Langsung duduk aja.." kata pak satpamnya.
Ak manut ae wes. Pasrah Natakusumasari astutiwati.

Sembari si mas bojo yang sudah menghamiliku itu ngurus birokrasi yang mbuh aku gak tau apaan ya, aku didorong pake kursi roda ke ruang bersalin. Ruang bersalinnya di lantai dua.

Ada sebuah pintu yang menghadap lift, dan aku masuk disitu. Disana aku disambut dua perawat dan dimasukkan ruang bersalin.

Sebuah ruang bersalin yang benar-benar privat, hanya untukku seorang. Gak kayak UGD yang diceritakan Ratih saat dia melahirkan di bkia muslimat jombang.

Ruangan dengan satu kasur bersalin, dan kamar mandi dalam. Ada jam mereknya Edison, yang sama dengan merek jam ku di kamar. Di pintunya ada tulisan, segala kehilangan bukan tanggung jawab rumah sakit. Kok sampai hafal, karena seharian mataku menatap kesitu.

Ada kursi satu untuk penunggu dan dingklik kecil untuk naik turunnya pasien ke kasur.
Kamar mandinya aku gak sempat ngicipi, karena gak boleh bangun dari kasur, karena kasus ibu hamil yang ketubannya bocor di awal, gak boleh banyak gerak kuatir ketubannya bocor trus habis. Jadi harus dihemat itu ketuban buat mak sludurnya bayi.

Masuk ruang bersalin itu pintu langsung ditutup, dibantu seorang suster aku dibantu ganti baju RS yang kayak yukata tapi pendek, dengan tali di belakang.

Pas nglepas baju, byorrrrr lagi rasanya. "Mbak, aku byor lagi..." Kataku.
"Ndak papa bu, sini saya bantu. Lho gak pake softex tadi berangkatnya?" Kata susternya.
"Ndak mbak, ndak sempat. Gupuh kabeh." Kubilang.

Yang kupikirkan adalah : wes gak usah isin. Mereka sudah nangani wong koyok aku sak pirang-pirang, sakbajeg. Jadi sudah sangat biasa melihat darah, empluk, ngengek dan lain sebagainya.

Tapi aku selalu rajin bilang, "Maaf ya mbak," ke setiap suster yang sudah membantuku karena membuat mereka terpaksa berasa dalam situasi yang berurusan sama emplukku. Masio gak terpaksa ya karena emang sudah pekerjaannya, tapi aku tetep minta maaf wes.

Aku pun disuruh berbaring di kasur. Dan diberi selimut untuk nutupi bagian bawah badanku yg bugil. Berbaringnya disarankan menghadap ke kiri karena itu posisi terbaik dalam menunggu persalinan.

Trus aku bilang mbak, aku punya celana melahirkan, pake itu gak papa ya? Trus mbak susternya jawab katanya gak usah nanti mempersulit proses. Heala, tiwas beli celana melahirkan jauh-jauh mahal-mahal rek...

Kata mbak perawatnya, aku disuru nunggu disini selama persalinan. Lalu dipantau berkala,. Gak boleh bangun, gak boleh jalan karena takut bocor lagi ketubannya.

Karena bocor ketuban awal, jadi persalinan harus dilakukan sebelum 1x24 jam. Karena bocornya antara jam 12 dan jam 1 dinihari tadi, jadi maksimal harus bersalin sebelum nanti malam alias besok pagi dinihari.

Ndredheg aku. Adanya berdoa tok sama Allah, minta dimudahkan dan jangan sampai operasi Cesar.

Susternya bilang, aku harus dipantau berkala. Langkah pertama dipantau sudah bukaan berapa. Trus kubilang nunggu misua dulu ya mbak... Soale aku wedi kalau gak pegangan dia.

Sambil nunggu mas bojo datang, aku didata. Ditanyain sambil dicatat. Pertanyaannya seputar kehamilan dan pra persalinan. Kira-kira pertanyaannya ya kapan jam dimana ketuban pertama pecah, perkiraan berat bayi, jenis kelamin bayi, dll. Pak satpam yang tadi nganter masuk, bawa name tag ibu bersalin buat aku. Lho kok pak satpam yo. Xixixi mbuh wes, sakit.

Pas misua masuk sambil bawa aneka bakelan dari rumah. Saya pun siap ditindak..

Pertama disuntik dulu ya. Sesuatu yang paling kutakuti. Suntiknya bukan suntik vaksin sebenarnya, tapi untuk masang infus dan antibiotik. Karena ketuban pecah duluan, jadi harus dipasang antibiotik supaya gak infeksi. Gitu katanya mbak suster.

Trus karena sudah bocor duluan ketubannya, jadi untuk menjaga detak jantung bayi tetap stabil, si ibu alias guwehhhh dikasih oksigen lewat selang di hidungku.

Trus dicek juga suhu tubuh pake termometer. Nah, gak adiknya, termometernya bukan ditaruh di ketiak, tapi di anus. Gile, pas dicek, ak sempat njingkat gitu. Trus mbak susternya bilang ya memang ditaruh disitu bu, kaget ya, mungkin agak gak nyaman ya..
Gak nyaman apanya. Banget yo.

Pas di-VT aku kesakitan tapi tak mpet sambil pegangan masku wes. Berdoa wes bukaan lima gitu kek. Susternya bilang masih bukaan satu. Heala...

Trus dipantau detak jantung bayek. Sambil dipasang alat apaan gitu di perut malangnya perjuangan dikit soalnya harus ngangkat punggung. Takut bocor ketuban lagi aku.
Alatnya ini pemantauan detak jantung bayi dan gerakan selama kontraksi. Nanti ada kertasnya keluar kayak seismograf gitu.

Make alatnya aku harus telentang, trus kakinya lurus, selama 20 menit. Nah, pas 20 menit itu aku disuru megang alat apa gitu ya mirip tombol, kalau merasa ada gerakan jabang beybeh dipencet.

Nah ibu hamil kalau disuruh telentang kan sakit banget ya rasanya perjuangan gitu selama 20 menit sambil pegangan si mas bojo yang kelihatan nguantuk. Kasian yo.

Trus aku juga sempat dicek tensinya. 120/70. Hoo... Masih aman. Dan susternya bawa alat kecil kayak usg tapi bukan, buat periksa detak jantung adik bayi. Semuanya normal. Alhamdulillah.

Nah pengecekan ini dilakukan setiap dua jam. Jadi masuknya kan jam 1 ya. Saya dicek lagi jam 3 dan jam 5 pagi. Baik tensi, maupun alat kayak seismograf dan bukaan.
Berita baiknya semuanya masih normal, meskipun bukannya belum nambah.

Selama penantian itu, setiap berapa menit berkala saya merasakan kontraksi. Dimana kalau kontraksi ya pegangan sama si mas bojo misua ini. Jeda antara kontraksi ya disempatkan bubuk, atau mimik untuk menjaga stamina. Oiya, dilarang keras minum rumput Fatimah ya.

Jeda kontraksi sempat bubuk aku. Kafang masku yg bubuk trus pas kontraksi tak remas tangannya sampe kaget kebangun dia.

Perutku kan sakit ya, trus manggil suster. Trus aku bilang aduh kebelet pipis kebelet ngengek. Trus ak bilang pengen ke kamar mandi. Nah berhubung ketuban pecah duluan, aku gak boleh bangun dan pipis harus pakai pispot. Pipis dibantu mbak suster dan ternyata pas pipis juga ketubannya keluar juga. Makin takut wes aku pipis.


Setelah pengamatan jam 6, pengamatan dilakukan setiap 4 jam, bukan 2 jam lagi. Susternya bilang kalau segala perkembangan akan dilaporkan ke dokter amang. Trus ak diminta untuk lucuti semua perhiasan yang nempel di badan, soalnya kuatir ganggu pas kontraksi nantinya. Ya manut ae lah.

Masku bilang, kalau serahkan semua sama Allah. Dan nurut apa kata dokter ya. Aku cuma manthuk aja manut soale kontraksi sakit yo.

Sambil nungguin aku, si mas bojo misua ini sempatkan sms dan ngabari dan minta doa ke keluarga kalau guehhh sudah masuk RS dalam rangka mengeluarkan bang Zaki si jabang beybeh.

Pikirku ibuk mana... Ibuk mana...
Sempat nelpon katanya ibuk baru berangkat jam 6 nunggu supire cak imam. Hadoooo...

Ya inilah saatnya menanti..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Progestera Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template